Selasa, 29 November 2011

STATUS DAN KEWAJIBAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN

Al-Quran secara mendasar memfokuskan sasaran perhatiannya terhadap manusia, terutama bagi perbaikan dan kemajuan serta pengenalan dirinya sendiri melalui pemberitahuan firman-firnan di dalamnya. Secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa manusia merupakan puncak ciptaannya dengan tingkat kesenpurnaan dan keunikannya yang prima dibandingkan dengan makhluk lainnya. Sebagaimana Firmannya dalam Al-Quran Surat At-Tin (95;4).

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

Namun Allah memperingatkan bahma kualitas kemanusiaannya masih belum selesai. Sehingga manusia diwajibkan untuk menyempurnakan dirinya.

“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
Proses penyempurnaan ini amat dimungkinkan karena pada naturnya manusi itu fitri. Lebih dari itu bagi seorang mukmin petunjuk primordial ini masih ditambah dengan datangnya seorang Rasul pembawa kitab suci sebagai petunjuk hidupnya. Selanjutnya pada radiasi sufi terdapat postulat yang menyatakan man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu, jadi pemahaman diri adalah tangga yang harus dilewati seorang mukmin untuk mendaki jenjang yang lebih tinggi dalam rangka memahami status dirinya dan tuhannya.

Dalam pandangan yang lebih substantif, yang kemudian menjadikan manusia mendapatkan kualitas ahsanu taqwim, sebaik-baiknya penciptaan bukan hanya kesempurnaan fsiologis-biologisnya, melaikan keseluruhan kepribadiannya. Dalam hal ini, perlu diungkapkan potensi ruhani yang dalam kamus islam disebut fitrah.

Selanjutnya, secara katagorikal, Al-Quran juga mendudukan manusia kedalam dua fungsi pokok, yaitu sebagai ‘abdullah dan khalifatullah. Pandangan katagorikal ini tidak mengisyaratkan suatu pengertian yang bercorak dualisme-dikotomik. Dengan penyebutan dua fungsi ini, Al-Quran ingin menekankan muatan fungsional yang harus diemban manusia dalam melaksanakan tugas-tugas kesejarahan dalam kehidupannya di muka bumi.

BAB II PEMBAHASAN

Kedudukan Manusia sebagai Makhluk
Sebagaimana telah dibahas dalam pendahuluan, bahwa manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dengan penciptaan paling puncak dengan tingkat kesempurnaan dan keunikannya dibanding makhluk lainnya dengan kata lain fii ahsani taqwim. Sehingga manusia memiliki kedudukan yang tinggi dalam melaksanakan amanah sebagai pelaku perpanjangan tangan Allah di muka bumi.

Al-Quran, dalam suatu ungkapan yang sangat metaforik menyatakan bahwa kesejatian manusia sesungguhnya tidak hanya dilihat dari bentuk fsiologis penciptaan manusia, tetapi pada kualitas yang disimbolkan dengan penguasaan terhadap nama-nama (al-asma), sebagai simbol kualitas intelektual atau kesadaran kemanusiaannya. Pandangan ini dapat dikaji dari sebutan yang dipergunakan dalam Al-Quran untuk manusia. Istilah yang dimaksud adalah Al-insan dan Al-basyar.[1]

Kata al-insan atau ins bentuk tunggal dai kata anasa yang berati melihat. Mengetahui, dan meminta izin. Atas dasar itu, kata al-insan mengandung pemahaman adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalaran, bahwa dengan penalaran manusia dengan penalarannya manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui yang benar dan yang salah.

Selanjutnya, jika kata al-insan dilihat dari asal kata nasiya yang berarti lupa, menunjukan adnya kaitan yang erat antara manusia dengan kesadaran dirinya. Sedangkan jika al-insan dilihat dari kata al-ins atau anisa dapat berarti jinak. Oleh karena itu, di dalam Al-Quran kata al-insan dan al-ins selmanya dipakai dalam kaitan dengan kata al-jini, sehingga al-jini dapat diartikan lawan dari kata al-ins.

Berdasarkan informasi tersebut, dapat diketahui dengan jelas bahwa kata al-insan dengan berbagai kata yang serumpun dengannya digunakan oleh Al-Quran untuk menunjukan bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir dan berbudaya.

Selanjutnya, kata al-basyar (jamak) dari kata (mufrad) Basyarah. Pemaknaan kata al-basyar dibeberapa tempat dalam Al-Quran seluruhnya memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah dzurriyyati adam (Aisyah Abd. Rahman Binti Syati, 1966:11). Pengertian dari kata al-basyar nampak dari bentuk Fisiknya (lahiriyah), yang secara umum satu dengan lainnya memiliki persamaan-persamaan. Pengertian al-basyar tidak lain adalah manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang berkenaan dengan aktivitas lahiriyahnya, yang dipengaruhi oleh dorongan kodrat alamiahnya, seperti makan, minum, berkeluarga, dan akhirnya mati mengahiri kegiatannya. Melalui aktivitas basyariyahnya, maka gagasan manusia dapat diwujudkan dalam entuk kogkrit.

Penggunaan kata al-insn dan al-basyar dalam Al-Quran jelas menunjukan konteks makna serta status yang berbeda, meskipun sama-sama menunjukan pengertian manusia. Manusia dalam konteks al-insan , manusia dengan dimensi jasmaniyah.

Salian kedua istilah tersebut, Al-Quran juga menyebut istilah nafs (nafsani) dalam bentuk kata jadian tanaffasa, yatanaffasu, nafs, dan anfus. Dalam konteks manusia, kata nafs digunakan Al-Quran untuk menyebut manusia sebagai totalitas jasmani, rohani , sisi luar dan dalam (psiko-fisik).[2]

Selanjutnya, dalam QS. Al-Ra’du ayat 11, disamping mengisyaratkan pengertian nafs sebagai wadah, nafs juga mengisyaratkan sebagai penggerak tingkah laku manusia.

Dari sudut uraian tersebut, kiranya dapat diperoleh gambaran kedudukan manusia adalah sebagai makhluk yang memiliki kelengkapan jasmani (fisik) dan (psikis), dan totalitas keduanya berada dalam dimensi nafs/nafsani (psiko-fisiknya).

Manusia sebagai Hamba Allah (Abdullah)
Penciptaan manusia dengan semua kesempurnaan dan kelengkapan jasmani baik fisik maupun psikis serta totalitas keduanya yaitu dimensi nafs/nafsani (psiko-fisiknya). Allah menciptakan manusia tidak karena kebetulan yang tidak jelas maksud dan tujuannya.

Dengan semua potensi dan kelebihannya mansusia dituntut agar mengetahui siapa sebenarnya. Oleh karena itu, Allah menyebut manusia sebagai hamba (‘abd). Kedudukan manusia sebagai abdullah hamba yang harus beribadah, taat dan patuh kepada Allah.

Dia adalah seorang hamba yang prestasi tertingginya adalah kepatuhan penuh terhadap kehendak majikannya. Sebagai hamba manusia harus membebaskan dirinya dari segala yang nampak sebagai “miliknya” sehingga kehendak-Nya berjalan melalui dirinya tanpa rintangan.[3]

Kedudukan manusia sebagai hamba (‘abd) sebagaimana tertera dalam Al-Quran Surat al-Baqarah ayat 21,

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.

Dan dalam surat Adz-Dzariyat (51;56)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dalam ayat pertama Allah menyeru manusia dengan menggunakan sebutan nas yang mengandung pemahaman sama dengan al-Ins yang terdapat dalam ayat kedua. Dalam kedua ayat tersebut Allah menyebut manusia dengan sebutan al-nas dan al-ins yang berarti melihat, mengetahui, dan meminta izin. Atas dasar itu jelaslah manusia dituntut berfikir siapa diri sebenarnya. Dengan demikian kedudukan manusia adalah sebagai hamba yang harus bertauhid dan beribadah untuk menyembahnya sebagai bentuk kepatuhan terhadap penciptanya.

Pelaksanaan ibadah itu pada hakikatnya adalah dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai kehalifahan di alam semesta.[4] Sementara itu Musa Asy’ari (1999:20) menyatakan bahwa esensi ‘abd adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan yang kesmuanya itu layak diberikan kepada Allah.

Jika pengertian ibadah ini dihubungkan dengan khalifah, dapat diperoleh pemahaman bahwa kedudukan manusia sebagai khalifah adalah sebagai pengganti kekuasaan Allah, ia menjadi pemegang kepemimpinan dan kekuasaan untuk memakmurkan dunia. Oleh karena itu esensi seorang khalifah adalah kreativitas. Sedangkan kedudukan seseorang sebagai ‘abd adalah pengabdi, yang pengabdiannya itu hanya layak diberikan kepada Allah.[5]

Oleh karena itu, esensi seorang khalifah dan seorang ‘abd adalah ketaatan dan kepatuhan serta ketakwaan. Dengan demikian kedudukan manusia di alam raya ini disamping sebagai makhluk dan khalifah yang memiliki kekuasaan untuk mengolah alam dengan menggunakan segenap potensi yang dimilikinya, juga sekaligus sebagai ‘abd (hamba) yang keseluruhan kreativitasnya itu harus dilaksanakan dalam rangka ibadah kepada Allah.

Kedudukan (Status) Manusia Sebagai Khalifah
Seorang hamba yang hanya memberikan ketaatan dan kepatuhannya hanya kepada Allah. Dan Allah menistimewakan hambanya itu dengan menundukan alam kepadanya, agar dia mengurus dan mengaturnya agar makmur dan tegaknya aturan Allah. Maka selanjutnya Allah memberikan kedudukan kepada umat manusia sebagai khalifah. Pengganti perpanjangan tangan Allah untuk menguasai dan memakmurkan Dunia.

… Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya….
Al-Quran menyebut kata khalifat dalam bebtuk tunggal sebanyak dua kali, yaitu dalam surat Al-baqarah ayat 30.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Kemudian dalam Al-Quran Allah menyebutnya kembali dalam surat Shad ayat 26.
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah……”.
Dalam bentuk plural (jamak), yaitu khalaif dan khulafa yang masing-masing diulang sebanyak empat kali dan tiga kai.

Kata khalifah sering diartikan sebagai “pengganti”. Dengan mengacu pada ayat yang artinya: “Dan Daud membunuh Jalut, Allah memberinya kekuasaan/kerajaan dan hikmah serta mengajarkannya apa yang Dia kehendaki …”.[6]

Quraisy Shihab (1992) menyatakan bahwa kekhalifahan yang dianugrahkan kepada Nabi Daud as., bertalian dengan kekuasaan mengolah wilayah tertentu. Hal diperoleh berkat anugrah Ilahi yang mengajarkan kepanya al-hikmah dan ilmu pengetahuan

Disebut istilah khalifah yang dikaitkan dengan upaya Allah yang mengajarkan al-Hikmah dan ilmu pengetahuan sebagaimana disebutkan itu memberikan petunjuk yang jelas tentang adanya kaitan yang erat antar fungsi kekhalifahan dengan hakikat manusia sebagai makhluk berfikir dan berbudaya (berpendidikan). Maka manusia yang menyandang kedudukan (status) sebagai khalifah dalam melaksanakan fungsi kehalifahannya itu perlu dibekali pendidikan.

Kewajiban Manusia
Setiap manusia baik statusnya itu sebagai makhluk, ‘abd (hamba) dan khalifah (penguasa) semuanya mempunyai kewajiban atas dirinya dan Tuhannya.

a. Kewajiban sebagai Makhluk
Manusia adalah makhluk yang merupakan puncak penciptaan-Nya dengan tingkat kesempurnaan serta kelengkapan dan keunikan yang prima dibanding makhluk lain. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .

(At-Tin ; 4)

Kelengkapan penciptaan manusia adalah karena manusia Allah ciptakan dengan tiga unsur yang mempunyai fungsi dan potensi. Unsur-unsur itu adalah:

1. Qalbun, yaitu hati yang berfungsi:

Ø Untuk membentuk kamauan/keputusan yang bersumber dari keyakinan.

Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (Al-Qiyamah ; 14)
Maksud ayat ini ialah, bahwa anggota-anggota badan manusia menjadi saksi terhadap pekerjaan yang telah mereka lakukan seperti tersebut dalam surat Nur : 2.

“Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Al-Isra ; 36)
Ø Untuk berkehendak atu mempunyai keinginan.
“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”. (Al-Kahfi ;29)
Ø Untuk kebebasan memilih. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (Surat Al-Balad;10). Yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan.

2. ‘Aqlun, yaitu akal fikiran. Yang berfungsi membentuk pengetahuan.

Dan mereka berkata: "Sekiranya Kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah Kami Termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".(Al-Mulk;10)
3. Jasad, yaitu anggota badan atau tubuh yang sempuna dan lenkap dengan berbagai funsi masing-masing. Sehingga kesemua fungsi jasad adalah untuk beramal.

“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (At-Taubah ; 105).[7]
Dengan ketiga hal itu, manusia diharapkan agar mereka mengetahui kewajiban serta tugas yang diberikan kepadanya, yaitu kembali pada kefitrahannya (agama).

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(Ar-Rum;30)
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

Merujuk kepada fitrah yang di kemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejaiannya, membawa potensi beragama dan dipahami sebagai tauhid.[8]

b. Kewajiban Sebagai Khalifah
Sebagaimana telah diuarikan di muka, bahwa manusia makhluk yang diciptakan dengan semua kelengkapan dan kesempurnaan dibanding makhluk lain, bahkan malaikat sekalipun sehingga Allah menjadikan manusia sebagai khalifah. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Khalifah erat kaitannya dengan kepemimpinan. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu. Rasulullah bersabda:

“Ketahuilah, kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian bertangung jawab terhadap pimpinannya”. (Mutafaq’alaih)[9]
Khalifah merupakan pengganti kekuasan Allah untuk mengatur dan memakmurkan dunia menurut hukum (aturan) serta undang-undang yang telah diturunkan. Dalam surat Hud (11;61) Allah Berfirman:

“… Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya …”.
Dan dalam surat Shad ayat 26,

“… Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah…”.
Khalifah memiliki tugas dan tanggungjawab. Surat Al-Baqarah ayat 30 di atas menginformasikan unsur-unsur kekhalifahan sekaligus kewajiban sang khalifah. Unsur-unsur kekhalifahan tersebut adalah: Bumi atau wilayah, khalifah (yang diberi kekuasaan politik atau mandataris), serta hubungan antara pemilik kekuasaan atau wilayah, dan hubungan dengan pemberi kekuasaan (Allah Swt).[10]

Dengan demikian kewajiban sebagai khalifah tidak lepas dari tiga unsur tersebut. Kewajiban dan tanggungjawab seorang khaliafah (pemimpin yang diberi kekuasaan) diantarnya adalah:

1. Memberlakukan aturan sesuai dengan aturan Allah, sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 4:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat".
2. Membawa ummat pada jalan Allah, membina serta memelihara keutuhan kesatuan ummat. Melaksanakan tugas sesuai program yang telah disepakati. Di dalam surat Al-Hajj (22;41) Allah berfirman,

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.
3. Melayani Masyarakat, Dalam pandangan islam, seorang pemimpin adalah seorang yang diberi amanat oleh Allah swt untuk memimpin rakyat, yang di akherat kelak akan dimintai pertangung jawaban oleh Allah swt. Dengan demikian, meskipun seorang pemimpin dapat meloloskan diri dari tuntutan rakyatnya selama di dunia, ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntutan Allah di akherat kelak. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya tidak memposisikan diri sebagai orang yang paling berkuasa di antara rakyat yang dipimpinnya sehingga bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Namun sebaliknya, ia harus mampu menepatkan diri sebagai pelayan masyarakat atau komunitas yang dipimpinnya.

Dalam hadist lain juga disampaikan hal yang sama “Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka.(HR. Abu Na’im)[11] Agar kaum muslim memiliki pemimpin yang adil, yang mampu memelihara dan menjaga mereka, pemimpin yang dipilih adalah mereka yang betul-betul dapat dipercaya dan kuat dalam kepemimpinannya. Dalam memilih pemimpin harus betul-betul didasarkan pada kualitas, integritas, loyalitas dan yang paling penting adalah perilaku dan ketaatan dalam keagamaannya. Jangan memilih pemimpin karena didasarkan rasa emosional, baik karena ras, suku, bangsa ataupun keturunan.

c. Kewajiban Sebagai Hamba (‘Abd)
Kedudukan manusia selain menjadi khalifah ia juga berstatus sebagai hamba (‘Abd) yang memiliki tugas dan kewajiban serta tanggungjawab yang sama. Maka salah satu tugas pokok dalam kata lain kewajiban seorang hamba adalah mengabdi kepada sang ma’bud yaitu Allah SWT.

Tugas atau kewajiban adalah amanat yang telah Allah bebankan kepada hambanya. Firman Allah :

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh, (Surat Al-Ahzab ; 72)

Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan. Dan diantara tugas keagamaan itu adalah beribadah kepada Allah.


Dalam surat Adz-Dzariyat (51;56) Allah menegaskan tentang hakikat serta tugas pokok seorang hamba adalah beribadah.

“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Adz-Dzariyat ; 56)

Kemudian dalam surat Al-Baqarah (2;21) Allah mempertegas kembali selain mengabdi ia pun harus bertauhid bahwa hanya Allah lah satu-satunya Rab yang maha mengatur dan maha mengurus makhluknya.

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”.( Al-Baqarah ; 21)

Bahkan dalam surat surat Al-Ikhlas Allah lebih menegaskan lagi bahwa hanya Allah lah Tuhan satu-satunya yang kepada-Nya semua makhluk bergantung.

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.(Al-Ikhlas ; 1-2)

Atas dasar ayat-ayat tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa tugas atau kewajiban sebagai seorang hamba adalah taat patuh serta berserah dri kepada Allah.

Hak Manusia
Hak adalah sesuatu yang layak di peroleh setelah menunaikan kewajiban. Maka ketika manusia telah mengetahui kewajiban sebagai tanggungjawabnya kemudian ia tunaikan kewajiban itu sebagiama mestinya, maka ia akan mendapatka apa yang menjadi hak dia sebagai Manusia.

a. Hak sebagai Makhluk
Manusia bersetatus sebagai makhluk yang dilengkapi dengan semua potensi yang terdapat pada dirinya. Maka ia wajib mempergunakan potensi tersebut untuk berfikir dan beramal serta berusaha menghadapkan dirinya kepada kefitrahannya.

Maka ia berhak mendapatkan ketenangan di dunia dan di akhirat mendapatkan balasan pahala.

Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya. (Surat At-Tin ; 6)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl ; 97)
Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.

b. Hak Sebagai Khalifah
Manusia yang menduduki status sebagai khalifah dalam arti penguasa/pemimpin. Ia bertanggungjawab atas kemakmuran dunia dan membumikan aturan Allah, serta melayani ummat dengan seadil-adilnya. Serta tidak terlepas dari kewajiban ia sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Kemudian semua kewajiban ia sebagai seorang hamba, yang ditunjuk atau dianugrahi kedudukan sebagai khalifah, lalu ia menunaikan kewajiban itu dengan ikhlas dan hanya berharap kepada Allah semata. Maka ia berhak menjadi panutan ummatnya, dan

“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Maka bagi mereka jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang mereka kerjakan”.(As-Sajdah : 19)

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka

mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya”. (Al-Baqarah ; 25)
Kenikmatan di surga itu adalah kenikmatan yang serba lengkap, baik jasmani maupun rohani.

“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendak”i. (Al-Hajj ; 14)


Hak Sebagai Seorang Hamba

Seorang ‘abdi Allah yang taat dan patuh serta tunduk terhadap semua yang telah Allah titahkan kepadanya,yaitu untuk menyembahnya. Kemudia ia tunaikan dengan sepenuh hati dan kehusyu’an serta keikhlasan semata-mata mengharap keridhaan-Nya dan hanya takut kepada Allah Swt.

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.

“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami”.
Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya.

Dan ibadahnya sesuai dengan ketentuan yang telah disyariatkan melalui utusan-Nya. Maka ia berhak mendapatkan ketenangan jiwa hati yang bersih dari kemusyrikan, serta ia berhak mendapat ampunan Allah.

Di akhirat ia akan di golongkan orang yang beruntung dan tempat kembalinya adalah surga.



BAB III KESIMPULAN

Manusia baik yang statusnya sebagai makhluk, sebagai khalifah maupun tang statusnya sebagai hamba (‘Abd) adalah semua ciptaan allah yang bersetatus pokok sebagai makhluk yang distimewakan dari makhluk-makhluk yang lain. Namun yang membedakan kedudukannya adalah peran manusia dalam memikul amanah yang telah Allah berikan.

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh”, (Surat Al-Ahzab ; 72)
Sementara di hadapan Allah semua manusia sama derajatnya, baik ia pejabat maupun rakyat, ataupun baik dia itu khalifah maupun ummat. Hanya saja yang membedakan mereka adalah ketakwaan mereka sewaktu di dunia. “Sesungguhnya manusia yang paling mulia di sisi Allah, adalah ia yang bertaqwa”,

Semua manusia yang beramal saleh dan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi serta meninggalkan larangan-Nya maka balasan bagi mereka adalah surga yang penuh nikmat.

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya”. (Al-Baqarah ; 25)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl ; 97)
Dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.

“Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”. (Surat Al-Insyiqaq;25)

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (At-Tin ; 6)




DAFTAR PUSTAKA


1. Al – Quranul Karim. PT PENA PUNDI AKSARA.
2. Nurul Haq, Dadan. 2009. Bahan Ajar Mata Kuliah Akhlak Tasawuf. Bandung : Tanpa Penerbit.
3. Quraish Shihab, Muhammad. 2005. Wawasan A-Quran: Tafsir Maudu’i atas pelbagai persoalan ummat . Bandung : PT Mizan Pustaka.
4. Zayadi, Ahmad, M.Pd. 2004. Manusia dan Pendidikan dalam persefektif Al-Quran. Bandung : PSPM.
5. Yasmin, Ummu. 2004. Materi Tarbiyah: Panduan Kurikulum bagi Da’i dan Murabbi. Solo: MEDIA INSANI Press.
6. Akhtar, Shabbir. 2002. Islam and WestrnModernity: Diterjemahkan Oleh Rusdi Djana. Islam agama semua zaman. Jakarta : Pustaka Zahra.
7. Nu’aim Yaasin, Muhammad, Dr. 2002. Al-Iman: Arkanuhu Haqiqatuhu wa Nawaqidhuhu. Diterjemahkan: Iman: Rukun, Hakikat dan yang membatalkannya, oleh Tete Qomaruddin, Lc. Bandung : PT Syaamil Cipta Media.
8. PKS. 2007. Ragkuman Materi Halaqoh Islah.






[1] Ahmad Zayadi, Manusia dan Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran, (Bandung: PSPM, cet.1 2004, hal. 4).

[2] Ibid, hal. 6

[3] Dadan Nurul Haq, Bahan Ajar Mata Kuliah Akhlak Tasawuf, (2009, hal. 39)

[4] Ahmad Zayadi, Op-Cit, hal. 9

[5] Ibid, hal. 9-10

[6] Ibid, hal. 9

[7] Ummu Yasmin, Materi Tarbiyah: Panduan Kurikulum Bagi Da’i dan murabbi, (Solo : Media Insani Press, Cet. 7 2004, hal. 117).

[8] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tafsir Maudlu’i atas pelbagai persoalan Umat, (Bandung : PT Mizan Pustaka, Cet 16 2005, hal. 284)

[9] Muhammad Faiz Almath, , 1100 Hadis Terpilih, terjemah, A. Aziz Slim Basyarahil, (Jakarta : Gema Insani Press 1995, hal. 163).

[10] M. Quraish Shihab, Op-Cit, hal.424

[11] Muhammad Faiz Almath, Op-Cit, hal. 163

Proposal Judul

 BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan tidak lagi menjadi kebutuhan  sekunder, melainkan kebutuhan primer. Suatu bangsa tidak akan bisa maju tanpa didukung kualitas pendidikan yang baik.
Pendidikan  dikatakan  berhasil  dengan  baik  jika  terwujud  tujuan pendidikan. Tujuan  pendidikan  meliputi  tujuan  domain  kognitif,  domain afektif dan domain  psikomotor (Subandijah, 1996: 4).
Namun dalam kenyataan hasil belajar ternyata tidak selalu dapat secara rapi   dibagi   dalam   ketiga  aspek  tersebut.  Ketiga  aspek  tersebut   perlu diwujudkan  dan  memiliki   saling  keterkaitan.  Perkembangan  sikap  yang biasanya dimasukkan ke dalam aspek afektif rupanya memerlukan penguasaan kognitif  yakni  pengetahuan dan  sering juga  ketrampilan  psikomotor. Bila, misalnya suatu tujuan pendidikan ialah "membantu siswa  mengembangkan sikap positif terhadap kesegaran dan kesehatan jasmani", maka  maksudnya ialah agar siswa terdorong untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kesehatannya. Merupakan hal yang penting ialah membentuk sikap positif terhadap olahraga atas kemauannya sendiri. Sikap adalah aspek afektif. Akan tetapi untuk mencapai tujuan pendidikan itu, ia harus mengetahui berbagai hal tentang kesehatan,  kesegaran,  fisiologi  tubuh  manusia,  dan  sebagainya.
 Ia harus juga menguasai berbagai latihan jasmani yang menuntut pengetahuan, koordinasi psikomotor dan ketrampilan khusus. Jadi tujuan afektif tak dapat diajarkan lepas  dari aspek kognitif dan sering juga psikomotor. Tugas yang dikenal baik, lebih mudah  dikerjakan daripada yang kurang dikenal. Tugas yang menimbulkan rasa khawatir atau rasa takut akan lebih sukar diselesaikan daripada tugas yang disenangi.
Melihat dari kenyataan tersebut, perlu adanya upaya segera untuk terus memperbaharui pendidikan dan pengajaran  yang ada.  Banyak faktor  yang mesti  diperhatikan  dalam  pembaharuan  pendidikan  dan  pengajaran.  Salah satunya adalah kurikulum (Wijaya, dkk, 1992: 23-24).
Kurikulum yang dimaksud tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: gedung, alat pelajaran, perlengkapan, dan lain sebagainya, yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif (Susilo, 2007: 78).
Kurikulum  yang  baik  tidak  pernah  statis,  melainkan  senantiasa berubah dan bersifat dinamis. Adanya berbagai pengaruh dan tantangan, baik yang timbul di lingkungan sistem pendidikan maupun yang tumbuh dari luar pendidikan, menyebabkan kurikulum  yang  ada harus menyesuaikan dirinya agar mampu memenuhi permintaan dari semua  dimensi kehidupan. Dengan kata lain, suatu kurikulum akan mampu berperan sebagai alat pendidikan jika sanggup merubah dirinya dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang ada.
Pada dasarnya perubahan ataupun pengembangan kurikulum tersebut dimaksudkan  untuk  mengarahkan  kurikulum  yang  sekarang  ini  ada  untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan (Dakir, 2004: 84).
Dalam  pengembangan  kurikulum  ini  sebaiknya  melihat  keperluan masa depan dan mampu memenuhi permintaan dari semua dimensi kehidupan. Selain itu juga menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktik yang salah atau bisa juga  memperkenalkan prosedur yang lebih baik. Perubahan bisa diartikan dengan memperbaiki  atau menyempurnakan dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar (Hamalik, 2007: 260-261).
Pengembangan  kurikulum  juga  harus  disesuaian  dengan  tuntutan kebutuhan anak didik, keadaan lembaga pendidikan, dan kondisi daerah, baik berupa materi  yang diajarkan, pengelolaan pengalaman belajar, cara mengajar, dan evaluasi keberhasilan belajar mengajar.
Hal itulah yang mendasari kembali terjadinya reformasi pendidikan di Indonesia,   lebih  tepatnya  telah  memasuki  era  perubahan  yang  ketiga. Sebelumnya, pendidikan itu milik masyarakat yang menyatu dalam lembaga- lembaga keagamaan, masjid, dan pesantren-pesantren. Kemudian pendidikan menjadi program pemerintah,     dan dikelola secara sentralistis baik perencanaan,  pendanaan,  pembinaan  sumber  daya  manusia  dan  berbagai sumber daya pendidikan lainnya termasuk juga kebijakan kurikulum. Lahirnya UUSPN  No. 2 Tahun  1989  telah  memperkuat  sentralisasi  tersebut.  Kini dengan   lahirnya   UU   Sikdisnas   No.   20   Tahun   2003,   rakyat   kembali memperoleh  hak  partisipasinya  untuk  terlibat  dalam  melakukan  berbagai perubahan dan perbaikan dalam sektor pendidikan menuju hasil pendidikan yang  berkualitas. Hal  ini  diperkuat  kembali  dengan disahkannya  Undang- undang No. 22  Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang meletakkan sektor pendidikan sebagai salah satu sektor yang diotonomisasikan (Rosyada, 2007: 214-215).
Adanya  Undang-undang No.  22  Tahun  1999  tentang  Pemerintahan Daerah  tersebut,  telah  memberi  peluang  bagi  kepala  madrasah,  guru,  dan peserta didik untuk  melakukan inovasi dan improvisasi di madrasah, baik berkaitan  dengan  masalah  kurikulum,  pembelajaran,  dan  manajerial  yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas, dan profesionalisme yang dimiliki madrasah (Mulyasa, 2005: 25).
Salah satu madrasah yang saat ini sedang melaksanakan kurikulum yang telah dirancangnya seiring dengan adanya kebijakan pemerintah tentang otonomi daerahdan desentralisasi adalah Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut. Pada saat ini Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut sedang melaksanakan Kurikulum Terpadu, yaitu dengan penggabungan penggunaan Kurikulum Kemendiknas,  Kurikulum Kemenag,  dan  Kurikulum Pesantren dalam kegiatan  belajar  mengajarnya dalam  rangka  mencapai tujuan pendidikannya  (wawancara  dengan  Bapak Agus Wira Kusuma, selaku Kepala Urusan Pengembangan Kurikulum Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut, 10 Nopember 2011).
Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut merupakan lembaga pendidikan yang berbasis pondok pesantren dan berasrama. Seluruh siswa Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut,  tidak  tinggal  bersama orang tuanya  masing-masing, tetapi tinggal bersama teman-teman di asrama serta dibimbing oleh pamong asrama dan wali siswa atau musyrif  yang telah ditunjuk   oleh   Madrasah. Siswa Madrasah Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut merupakan satri dari Pondok pesantren Nurul Falah Cinangsi, sebagian merupakan siswa dari warga yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi.
Dengan penggabungan penggunaan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren tersebut, diharapkan dapat tercapai tujuan  pendidikannya, yaitu terselenggaranya pendidikan madrasah yang unggul dalam  membentuk  kader ulama, pemimpin dan pendidik yang menjunjung tinggi niai-nilai Islam, yakni terwujudnya masyarakat Islam yang  sebenar-benarnya. Output yang dihasilkan memiliki tiga  aspek  atau  domain  tujuan  pendidikan:  aspek  kognitif,  afektif  dan psikomotor. Output yang bukan hanya menguasai  ilmu umum, namun juga unggul  dalam  pendalaman  ilmu  agama  serta  berakhlak  mulia  (wawancara dengan  K.H Gungung Saefulloh,  selaku  Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi, 11 Nopember 2011 dan Profil Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut ).
Inilah  yang  melatar  belakangi  penulis  untuk  memilih  judul  dalam skripsi  ini "MODEL  KURIKULUM TERPADU MTS SATU ATAP PONDOK PESANTREN NURUL FALAH CINANGSI PAKENJENG " (Penelitian di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Desa Depok Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut).     

B.            Perumusan Masalah
     Sejalan  dengan  latar belakang  masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa  masalah sebagai berikut:
1.     Bagaimana latar alamiah berdirinya MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
2.  Bagaimana konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
3.  Bagaimana pelaksanaan model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
4.    Apa faktor penunjang dan penghambat dalam penerapan konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
5.    Bagaimana hasil yang telah dicapai dari penerapan konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?

C.           Tujuan penelitian
Tujuan merupakan titik akhir dari sebuah aktivitas yang dilakukan oleh manusia demikian juga penulis mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :
1.   Untuk mengetahui bagaimana latar alamiah berdirinya MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.
2.   Untuk mengetahui bagaimana konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.
3.    Untuk   mengetahui  bagaimana  pelaksanaan  model   kurikulum  terpadu  di MTS  Satu  Atap  Pondok Pesantren  Nurul  Falah.
4.   Untuk mengetahui apa faktor penunjang dan penghambat dalam penerapan konsep model kurikulum di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.
5. Untuk mengetahui Bagaimana hasil yang telah dicapai dari penerapan konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.

D.           Kerangka Pemikiran
    Sekolah adalah salah satu pendidikan formal serta merupakan hasil dari peradaban manusia yang sengaja diciptakan untuk menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan dalam pelaksanaannya selalu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan dan kemudian disebut tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut harus selaras dengan tujuan hidup manusia, karena pendidikan merupakan sarana utnuk mencapai tujuan hidup manusia dan merupakan sebuah solusi dari setiap masalah yang dihadapi manusia.
Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia (solusi) tersebut pendidikan islam menyediakan dua alternatif yaitu, penyelesaian masalah melalui alam dan penyelesaian masalah melalui wahyu. Solusi yang melalui alam berupa sains atau ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sedangkan solusi yang melalui wahyu yaitu al-Quran dan sunnah yang didasari oleh keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT (imtak). Hal ini tentunya memerlukan keterpaduan antara keduanya, sehingga menghasilkan satu pola integratif.
Pola integratif dikembangkan untuk memadukan kebutuhan kebudayaan jasmani dan rohani, kepentingan dunia akhirat, mengintegrasikan iman, ilmu, amal, dakwah dengan sabar dalam berislam. Pola integratif ini, menurut kurikulum pendidikan islam adalah agar mengintegrasikan dua sisi kepentingan yaitu kepentingan dunia dan kepentingan akhirat sehingga sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah swt. dalam firman-Nya,
Artinya: “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qasas:77)


Pengintegrasian merupakan asal kata dari integrasi yang ditambah gabungan awalan dan akhiran peng-an. Kata integrasi mempunyai arti pencampuran atau pemaduan, hal ini sebagaimana yang disebutkan Yandianto (2000:188) dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan kata integrasi dengan pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Integrasi berarti proses atau cara mengintegrasikan sesuatu. Pengintegrasian  Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan  Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses, cara, perbuatan untuk mengadakan pembauran antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan/ilmu umum dalam proses belajar mengajar, sehingga menjadi satu paket kesatuan yang utuh dan bulat dalam melaksanakan pendidikan dan mencapai tujuan.
Proses tersebut dalam pelaksanaannya sangat berkaitan erat dengan kurikulum yang digunakan. Kurikulum memang mempunyai fungsi yang menentukan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sukmadinata (1977:3) menyatakan bahwa kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah karena kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan di sekolah. Oleh karena itu dalam mengintegrasikan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan  Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari komponen-komponen kurikulum yaitu tujuan, isi/materi, metode dan evaluasi dimana setiap komponen tersebut saling berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya.
Untuk mengintegrasikan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan  Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar tentunya tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat terhadap pelaksanaannya. Faktor pendukung misalnya, fasilitas pendidikan yang lengkap dengan didukung oleh tenaga kependidikan yang professional, sehingga dapat menunjang terhadap kelancaran pelaksanaan pengintegrasian atau perpaduan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan  Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sedangkan faktor penghambat misalnya tidak tersedianya fasilitas yang lengkap atau kurangnya tenaga kependidikan yang professional sehingga dapat menghambat terhadap kelancaran pelaksanaan pengintegrasian Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan  Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Pengkajian terhadap faktor pendukung dan penghambat ini merupakan upaya untuk menemukan suatu kelemahan dan kelebihan dari semua sistem pendidikan, sehingga dapat ditemukan kedua faktor tersebut dapat meningkatkan pengembangan pendidikan yang efektif dan efisien dalam mengelola pendidikan yang ada. Untuk mengetahui faktor tersebut diadakan evaluasi secara berjenjang dan berkesinambungan. Usaha itu dilakukan agar faktor pendukung dapat ditingkatkan dan faktor penghambat dapat dikurangi. Sehingga hasil yang akan dicapai oleh suatu lembaga pendidikan sesuai dengan yang diharapkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
Adapun model memiliki arti pola atau contoh, sebagaimana Yandianto (2000:367) menyebutkan dalam kamusnya, bahwa model adalah pola, contoh, acuan, ragam dan sebagainya dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Sementara Muhaimin (2002:221) mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian yang dimaksud dengan model adalah pola atau contoh yang dapat dijadikan acuan bagi yang lain dalam melakukan suatu kegiatan.
Sementara pengkajian terhadap latar alamiah pendirian MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah merupakan upaya untuk mengetahui dasar, alasan, pendiri dan kondisi pada awal berdiri hingga saat penelitian ini dilakukan. Sehingga dengan diketahui latar alamiah pendirian MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah ini dapat diketahui apakah sekolah tersebut mengalami kemajuan atau kemunduran.
Berdasarkan teori-teori di atas, maka yang akan dijadikan objek penelitian ini mencakup, latar alamiah
berdirinya MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah; konsep model keterpaduan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan  Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah; pelaksanaan keterpaduan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan  Kurikulum Pesantren MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah yang di dalamnya terdapat tujuan, isi/materi, metode dan evaluasi; faktor pendukung dan penghambat; serta hasil yang dicapai dalam penerapan model kurikulum terpadu dalam pembelajaran di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah. Untuk lebih mempermudah dalam pembahasan ini, maka uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:


PELAKSANAAN MODEL PENGINTEGRASIAN MUATAN IMTAK DAN IPTEK DALAM PEMBELAJARAN DI SMA ISLAM CIPASUNG
E.            Langkah-langkah penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi kepustakaan dan lapangan, adapun langkah-langkah yang akan ditempuh adalah, 1) menentukan jenis data, 2) menentukan sumber data, 3) menentukan metode dan teknik pengumpulan data, 4) analisis data, dan 5) menarik kesimpulan. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah penelitian tersebut sebagai berikut,
1.        Menentukan jenis data
    Jenis data yang dikumpulkan, merupakan jenis data kualitatif yang sumbernya berupa kata-kata, tindakan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian. Oleh karena itu penelitian ini bersifat normatif yakni sesuai dengan norma/aturan yang berlaku.


2.      Menentukan sumber data
   Sumber  data yang digunakan yaitu sumber data utama dan sumber data tambahan. Sumber data utama yaitu berupa kata-kata, tindakan, hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak terkait yaitu, kepala sekolah, pengurus, karyawan, staf pengajar, dan para murid. Selebihnya data tambahan berupa dokumen-dokumen (dokumen pribadi dan dokumen resmi), foto dan lain sebagainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.


3.      Menentukan metode dan teknik pengumpulan data
a.      Metode penelitian
   Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualiatatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis, atau lisan orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
b.      Teknik pengumpulan data
1)      Observasi
         Observasi digunakan sebagai teknik pengumpulan data dengan alasan bahwa data-data     yang berkaitan dengan lokasi penelitian ada yang hanya dapat dikumpulkan melalui pengamatan penulis sendiri. Sedangkan penggunaan teknik ini dimaksudkan untuk mengamati kondisi fisik di lokasi penelitian seperti keadaan bangunan, kegiatan belajar mengajar, dan gejala-gejala lain seperti perilaku manusia yang berada di lokasi penelitian.
2)      Wawancara
      Dalam teknik  ini penulis akan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, para pengurus, para guru dan para murid untuk mengumpulkan data tentang model pengintegrasian muatan imtak dan iptek dalam pembelajaran di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah, faktor pendukung dan penghambat, keberhasilan yang dicapai, out put yang dihasilkan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan objek penelitian.
3)      Teknik menyalin atau dokumentasi
       Teknik  menyalin  atau  dokumentasi ini digunakan untuk mengetahui data tertulis tentang keberadaan MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah, melalui penelusuran dokumen, buku, yang akan dijadikan bahan penelitian di lapangan sebagai data tambahan.

4.         Analisis data
       Penulis melakukan analisis data dalam penelitian ini dengan cara,
a.  Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, foto, dan lain sebagainya.
b. Pengelompokan  satuan. Satuan yang dimaksud adalah bagian terkecil yang mengandung makna yang bulat dan dapat berdiri sendiri terlepas dari bagian yang lain. Dalam penyatuan ini terdapat beberapa langkah yang dilakukan penulis yaitu,
1. Mereduksi data, yaitu memilah dan memilih data yang diinginkan atau yang menunjang terhadap unit-unit.
2.  Memberikan  kode, maksudnya  memberikan  kode terhadap kartu indeks yang berisi satuan-satuan. Kode-kode tersebut dapat berupa penandaan cara pengumpulan data.
c.   Kategorisasi data, yaitu penyusunan kategori, dalam hal ini adalah mengelompokkan data yang sudah terkumpul dalam bagian-bagian isi yang jelas berkaitan atas dasar pikiran, intuisi, pendapat dan kriteria tertentu; diantaranya penulis melakukan,
1.    Reduksi data ; memilah  dan memilih  data yang sudah  dimasukkan dalam satuan-satuan dengan jalan membaca dan mencatat kembali isinya agar satuan-satuan itu dapat dimasukkan ke dalam kategori dengan mantap, jika terdapat bagian-bagian yang sama maka data tersebut disatukan dan jika tidak disusun untuk membuat/ menyusun kategori yang baru.
2.      Membuat kode; yaitu memberi nama terhadap satuan-satuan yang telah direduksi.
3.      Menelaah kembali kategori agar tidak terlupakan.
d.  Uji keabsahan data, adalah mengadakan pemeriksaan terhadap keabsahan data yang telah terkumpul dengan menggunakan teknik pemeriksaan data yang didasarkan atas kriteria derajat kepercayaan, keteralihan, ketergantungan dan kepastian dengan langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut,
1.   Perpanjangan keikutsertaan; peneliti langsung terjun ke lokasi guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi data yang mungkin bisa mengotori data. Dalam hal ini penulis melakukan observasi dan wawancara di lokasi penelitian.
2.   Ketekunan penelitian; yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dalam persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci sehingga pengamatannya benar-benar mendalam.
3. Triangulasi ; yaitu  teknik  pemeriksaan  keabsahan  data dengan  cara  membandingkan dengan sesuatu yang lain di luar data itu.
4.    Pemeriksaan sejawat; yaitu dengan cara diskusi dengan peneliti lain dengan cara mengekspos hasil sementara/hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan teman sejawat.
5.    Analisis kasus negatif; dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding, kasus negatif digunakan untuk menjelaskan hipotesis alternatif sebagai upaya meningkatkan argumentasi penemuan.
6.  Kecukupan referensial; yaitu alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi.
7.  Pengecekan anggota; yaitu pengecekan data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan.
8.   Uraian rinci; yaitu untuk melaporlan hasil penelitian seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan tempat penelitian diselenggarakan.
9.   Audit kebergantungan; yaitu memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal ini dilakukan baik terhadap proses, maupun hasil atau keluaran.
10. Audit kepastian; data diperiksa oleh auditor dan subjek yang diteliti kemudian disepakati hasilnya. Sehingga diperoleh surat keterangan bahwa datanya sahih sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
e. Penafsiran data, dalam hal ini penulis menafsirkan data-data yang sudah dikategorisasikan secara logis sehingga tercapainya teori substansif atau teori formal tentang model kurikulum terpadu MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi.

5.         Menarik kesimpulan penelitian
    Langkah  terakhir  yang penulis lakukan ialah manarik kesimpulan mengenai hasil penafsiran yang diperoleh dalam perumusan masalah. Penarikan kesimpulan ini dilakukan secara induktif sebagai hasil pembahasan sebagaimana diajukan dalam pembahasan selanjutnya. Dalam kesimpulan ini dapat diperoleh informasi baru dan diketahui posisi penelitian serta implikasi dari hasil penelitian yang dilakukan. Informasi tersebut dapat berupa pendapat baru, pengukuhan terhadap pendapat lama, atau koreksi terhadap pendapat lama. Sehingga pada akhirnya akan ditemukan secara komprehensif tentang model kurikulum terpadu MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi.



DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Prof, Dr, M.A.
1994        Teknologi Pendidikan; Bumi Aksara;Jakarta.
Muhaimin, Drs., M.A.
2001        Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah; Remaja Rosdakarya; Bandung.
Koentjaraningrat
2000        Pengantara Ilmu Antropologi; Rineka Cipta; Jakarta.
Ahmad Tafsir, Dr.
2000        Metodologi Pengajaran Agama Islam; Remaja Rosdakarya; Bandung.
Abuddin Nata, Prof., Dr., M.A. dkk.
2005        Integrasi Ilmu Agama Dan Ilmu Umum; Raja Grafindo Persada; Jakarta.
M. Amin Abdullah dkk.
2002        Menyatukan Kembali Ilmu-ilmu Agama Dan Umum (Upaya Memepertemukan Kembali Epistemologi Islam Dan Umum); Suka Press;Yogyakarta.
Lexi J. Moleong
2003        Metodologi Penelitian Kualitatif; Remaja Rosdakarya; Bandung.
Muhibbin Syah
1994        Psikologi Pendidikan; Remaja Rosdakarya; Bandung.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003; Media Wacana Press; Yogyakarta.