BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan tidak lagi menjadi kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer. Suatu bangsa tidak akan bisa maju tanpa didukung kualitas pendidikan yang baik.
Pendidikan dikatakan berhasil dengan baik jika terwujud tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan meliputi tujuan domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor (Subandijah, 1996: 4).
Namun dalam kenyataan hasil belajar ternyata tidak selalu dapat secara rapi dibagi dalam ketiga aspek tersebut. Ketiga aspek tersebut perlu diwujudkan dan memiliki saling keterkaitan. Perkembangan sikap yang biasanya dimasukkan ke dalam aspek afektif rupanya memerlukan penguasaan kognitif yakni pengetahuan dan sering juga ketrampilan psikomotor. Bila, misalnya suatu tujuan pendidikan ialah "membantu siswa mengembangkan sikap positif terhadap kesegaran dan kesehatan jasmani", maka maksudnya ialah agar siswa terdorong untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kesehatannya. Merupakan hal yang penting ialah membentuk sikap positif terhadap olahraga atas kemauannya sendiri. Sikap adalah aspek afektif. Akan tetapi untuk mencapai tujuan pendidikan itu, ia harus mengetahui berbagai hal tentang kesehatan, kesegaran, fisiologi tubuh manusia, dan sebagainya.
Ia harus juga menguasai berbagai latihan jasmani yang menuntut pengetahuan, koordinasi psikomotor dan ketrampilan khusus. Jadi tujuan afektif tak dapat diajarkan lepas dari aspek kognitif dan sering juga psikomotor. Tugas yang dikenal baik, lebih mudah dikerjakan daripada yang kurang dikenal. Tugas yang menimbulkan rasa khawatir atau rasa takut akan lebih sukar diselesaikan daripada tugas yang disenangi.
Melihat dari kenyataan tersebut, perlu adanya upaya segera untuk terus memperbaharui pendidikan dan pengajaran yang ada. Banyak faktor yang mesti diperhatikan dalam pembaharuan pendidikan dan pengajaran. Salah satunya adalah kurikulum (Wijaya, dkk, 1992: 23-24).
Kurikulum yang dimaksud tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: gedung, alat pelajaran, perlengkapan, dan lain sebagainya, yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif (Susilo, 2007: 78).
Kurikulum yang baik tidak pernah statis, melainkan senantiasa berubah dan bersifat dinamis. Adanya berbagai pengaruh dan tantangan, baik yang timbul di lingkungan sistem pendidikan maupun yang tumbuh dari luar pendidikan, menyebabkan kurikulum yang ada harus menyesuaikan dirinya agar mampu memenuhi permintaan dari semua dimensi kehidupan. Dengan kata lain, suatu kurikulum akan mampu berperan sebagai alat pendidikan jika sanggup merubah dirinya dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang ada.
Pada dasarnya perubahan ataupun pengembangan kurikulum tersebut dimaksudkan untuk mengarahkan kurikulum yang sekarang ini ada untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan (Dakir, 2004: 84).
Dalam pengembangan kurikulum ini sebaiknya melihat keperluan masa depan dan mampu memenuhi permintaan dari semua dimensi kehidupan. Selain itu juga menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktik yang salah atau bisa juga memperkenalkan prosedur yang lebih baik. Perubahan bisa diartikan dengan memperbaiki atau menyempurnakan dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar (Hamalik, 2007: 260-261).
Pengembangan kurikulum juga harus disesuaian dengan tuntutan kebutuhan anak didik, keadaan lembaga pendidikan, dan kondisi daerah, baik berupa materi yang diajarkan, pengelolaan pengalaman belajar, cara mengajar, dan evaluasi keberhasilan belajar mengajar.
Hal itulah yang mendasari kembali terjadinya reformasi pendidikan di Indonesia, lebih tepatnya telah memasuki era perubahan yang ketiga. Sebelumnya, pendidikan itu milik masyarakat yang menyatu dalam lembaga- lembaga keagamaan, masjid, dan pesantren-pesantren. Kemudian pendidikan menjadi program pemerintah, dan dikelola secara sentralistis baik perencanaan, pendanaan, pembinaan sumber daya manusia dan berbagai sumber daya pendidikan lainnya termasuk juga kebijakan kurikulum. Lahirnya UUSPN No. 2 Tahun 1989 telah memperkuat sentralisasi tersebut. Kini dengan lahirnya UU Sikdisnas No. 20 Tahun 2003, rakyat kembali memperoleh hak partisipasinya untuk terlibat dalam melakukan berbagai perubahan dan perbaikan dalam sektor pendidikan menuju hasil pendidikan yang berkualitas. Hal ini diperkuat kembali dengan disahkannya Undang- undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang meletakkan sektor pendidikan sebagai salah satu sektor yang diotonomisasikan (Rosyada, 2007: 214-215).
Adanya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tersebut, telah memberi peluang bagi kepala madrasah, guru, dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di madrasah, baik berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, dan manajerial yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas, dan profesionalisme yang dimiliki madrasah (Mulyasa, 2005: 25).
Salah satu madrasah yang saat ini sedang melaksanakan kurikulum yang telah dirancangnya seiring dengan adanya kebijakan pemerintah tentang otonomi daerahdan desentralisasi adalah Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut. Pada saat ini Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut sedang melaksanakan Kurikulum Terpadu, yaitu dengan penggabungan penggunaan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajarnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikannya (wawancara dengan Bapak Agus Wira Kusuma, selaku Kepala Urusan Pengembangan Kurikulum Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut, 10 Nopember 2011).
Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut merupakan lembaga pendidikan yang berbasis pondok pesantren dan berasrama. Seluruh siswa Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut, tidak tinggal bersama orang tuanya masing-masing, tetapi tinggal bersama teman-teman di asrama serta dibimbing oleh pamong asrama dan wali siswa atau musyrif yang telah ditunjuk oleh Madrasah. Siswa Madrasah Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut merupakan satri dari Pondok pesantren Nurul Falah Cinangsi, sebagian merupakan siswa dari warga yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi.
Dengan penggabungan penggunaan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren tersebut, diharapkan dapat tercapai tujuan pendidikannya, yaitu terselenggaranya pendidikan madrasah yang unggul dalam membentuk kader ulama, pemimpin dan pendidik yang menjunjung tinggi niai-nilai Islam, yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Output yang dihasilkan memiliki tiga aspek atau domain tujuan pendidikan: aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Output yang bukan hanya menguasai ilmu umum, namun juga unggul dalam pendalaman ilmu agama serta berakhlak mulia (wawancara dengan K.H Gungung Saefulloh, selaku Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi, 11 Nopember 2011 dan Profil Madrasah Tsanawiyah Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Pakenjeng Garut ).
Inilah yang melatar belakangi penulis untuk memilih judul dalam skripsi ini "MODEL KURIKULUM TERPADU MTS SATU ATAP PONDOK PESANTREN NURUL FALAH CINANGSI PAKENJENG " (Penelitian di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi Desa Depok Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut).
B. Perumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar alamiah berdirinya MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
2. Bagaimana konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
3. Bagaimana pelaksanaan model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
4. Apa faktor penunjang dan penghambat dalam penerapan konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
5. Bagaimana hasil yang telah dicapai dari penerapan konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah?
C. Tujuan penelitian
Tujuan merupakan titik akhir dari sebuah aktivitas yang dilakukan oleh manusia demikian juga penulis mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui bagaimana latar alamiah berdirinya MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.
3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.
4. Untuk mengetahui apa faktor penunjang dan penghambat dalam penerapan konsep model kurikulum di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.
5. Untuk mengetahui Bagaimana hasil yang telah dicapai dari penerapan konsep model kurikulum terpadu di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah.
D. Kerangka Pemikiran
Sekolah adalah salah satu pendidikan formal serta merupakan hasil dari peradaban manusia yang sengaja diciptakan untuk menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan dalam pelaksanaannya selalu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan dan kemudian disebut tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut harus selaras dengan tujuan hidup manusia, karena pendidikan merupakan sarana utnuk mencapai tujuan hidup manusia dan merupakan sebuah solusi dari setiap masalah yang dihadapi manusia.
Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia (solusi) tersebut pendidikan islam menyediakan dua alternatif yaitu, penyelesaian masalah melalui alam dan penyelesaian masalah melalui wahyu. Solusi yang melalui alam berupa sains atau ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sedangkan solusi yang melalui wahyu yaitu al-Quran dan sunnah yang didasari oleh keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT (imtak). Hal ini tentunya memerlukan keterpaduan antara keduanya, sehingga menghasilkan satu pola integratif.
Pola integratif dikembangkan untuk memadukan kebutuhan kebudayaan jasmani dan rohani, kepentingan dunia akhirat, mengintegrasikan iman, ilmu, amal, dakwah dengan sabar dalam berislam. Pola integratif ini, menurut kurikulum pendidikan islam adalah agar mengintegrasikan dua sisi kepentingan yaitu kepentingan dunia dan kepentingan akhirat sehingga sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah swt. dalam firman-Nya,
Artinya: “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qasas:77)
Pengintegrasian merupakan asal kata dari integrasi yang ditambah gabungan awalan dan akhiran peng-an. Kata integrasi mempunyai arti pencampuran atau pemaduan, hal ini sebagaimana yang disebutkan Yandianto (2000:188) dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan kata integrasi dengan pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Integrasi berarti proses atau cara mengintegrasikan sesuatu. Pengintegrasian Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses, cara, perbuatan untuk mengadakan pembauran antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan/ilmu umum dalam proses belajar mengajar, sehingga menjadi satu paket kesatuan yang utuh dan bulat dalam melaksanakan pendidikan dan mencapai tujuan.
Proses tersebut dalam pelaksanaannya sangat berkaitan erat dengan kurikulum yang digunakan. Kurikulum memang mempunyai fungsi yang menentukan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sukmadinata (1977:3) menyatakan bahwa kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah karena kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan di sekolah. Oleh karena itu dalam mengintegrasikan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari komponen-komponen kurikulum yaitu tujuan, isi/materi, metode dan evaluasi dimana setiap komponen tersebut saling berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya.
Untuk mengintegrasikan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar tentunya tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat terhadap pelaksanaannya. Faktor pendukung misalnya, fasilitas pendidikan yang lengkap dengan didukung oleh tenaga kependidikan yang professional, sehingga dapat menunjang terhadap kelancaran pelaksanaan pengintegrasian atau perpaduan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sedangkan faktor penghambat misalnya tidak tersedianya fasilitas yang lengkap atau kurangnya tenaga kependidikan yang professional sehingga dapat menghambat terhadap kelancaran pelaksanaan pengintegrasian Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Pengkajian terhadap faktor pendukung dan penghambat ini merupakan upaya untuk menemukan suatu kelemahan dan kelebihan dari semua sistem pendidikan, sehingga dapat ditemukan kedua faktor tersebut dapat meningkatkan pengembangan pendidikan yang efektif dan efisien dalam mengelola pendidikan yang ada. Untuk mengetahui faktor tersebut diadakan evaluasi secara berjenjang dan berkesinambungan. Usaha itu dilakukan agar faktor pendukung dapat ditingkatkan dan faktor penghambat dapat dikurangi. Sehingga hasil yang akan dicapai oleh suatu lembaga pendidikan sesuai dengan yang diharapkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
Adapun model memiliki arti pola atau contoh, sebagaimana Yandianto (2000:367) menyebutkan dalam kamusnya, bahwa model adalah pola, contoh, acuan, ragam dan sebagainya dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Sementara Muhaimin (2002:221) mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian yang dimaksud dengan model adalah pola atau contoh yang dapat dijadikan acuan bagi yang lain dalam melakukan suatu kegiatan.
Sementara pengkajian terhadap latar alamiah pendirian MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah merupakan upaya untuk mengetahui dasar, alasan, pendiri dan kondisi pada awal berdiri hingga saat penelitian ini dilakukan. Sehingga dengan diketahui latar alamiah pendirian MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah ini dapat diketahui apakah sekolah tersebut mengalami kemajuan atau kemunduran.
Berdasarkan teori-teori di atas, maka yang akan dijadikan objek penelitian ini mencakup, latar alamiah
Pengintegrasian merupakan asal kata dari integrasi yang ditambah gabungan awalan dan akhiran peng-an. Kata integrasi mempunyai arti pencampuran atau pemaduan, hal ini sebagaimana yang disebutkan Yandianto (2000:188) dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan kata integrasi dengan pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Integrasi berarti proses atau cara mengintegrasikan sesuatu. Pengintegrasian Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses, cara, perbuatan untuk mengadakan pembauran antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan/ilmu umum dalam proses belajar mengajar, sehingga menjadi satu paket kesatuan yang utuh dan bulat dalam melaksanakan pendidikan dan mencapai tujuan.
Proses tersebut dalam pelaksanaannya sangat berkaitan erat dengan kurikulum yang digunakan. Kurikulum memang mempunyai fungsi yang menentukan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sukmadinata (1977:3) menyatakan bahwa kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah karena kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan di sekolah. Oleh karena itu dalam mengintegrasikan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari komponen-komponen kurikulum yaitu tujuan, isi/materi, metode dan evaluasi dimana setiap komponen tersebut saling berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya.
Untuk mengintegrasikan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar tentunya tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat terhadap pelaksanaannya. Faktor pendukung misalnya, fasilitas pendidikan yang lengkap dengan didukung oleh tenaga kependidikan yang professional, sehingga dapat menunjang terhadap kelancaran pelaksanaan pengintegrasian atau perpaduan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sedangkan faktor penghambat misalnya tidak tersedianya fasilitas yang lengkap atau kurangnya tenaga kependidikan yang professional sehingga dapat menghambat terhadap kelancaran pelaksanaan pengintegrasian Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Pengkajian terhadap faktor pendukung dan penghambat ini merupakan upaya untuk menemukan suatu kelemahan dan kelebihan dari semua sistem pendidikan, sehingga dapat ditemukan kedua faktor tersebut dapat meningkatkan pengembangan pendidikan yang efektif dan efisien dalam mengelola pendidikan yang ada. Untuk mengetahui faktor tersebut diadakan evaluasi secara berjenjang dan berkesinambungan. Usaha itu dilakukan agar faktor pendukung dapat ditingkatkan dan faktor penghambat dapat dikurangi. Sehingga hasil yang akan dicapai oleh suatu lembaga pendidikan sesuai dengan yang diharapkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
Adapun model memiliki arti pola atau contoh, sebagaimana Yandianto (2000:367) menyebutkan dalam kamusnya, bahwa model adalah pola, contoh, acuan, ragam dan sebagainya dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Sementara Muhaimin (2002:221) mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian yang dimaksud dengan model adalah pola atau contoh yang dapat dijadikan acuan bagi yang lain dalam melakukan suatu kegiatan.
Sementara pengkajian terhadap latar alamiah pendirian MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah merupakan upaya untuk mengetahui dasar, alasan, pendiri dan kondisi pada awal berdiri hingga saat penelitian ini dilakukan. Sehingga dengan diketahui latar alamiah pendirian MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah ini dapat diketahui apakah sekolah tersebut mengalami kemajuan atau kemunduran.
Berdasarkan teori-teori di atas, maka yang akan dijadikan objek penelitian ini mencakup, latar alamiah
berdirinya MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah; konsep model keterpaduan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren dalam kegiatan belajar mengajar di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah; pelaksanaan keterpaduan Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Kemenag, dan Kurikulum Pesantren MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah yang di dalamnya terdapat tujuan, isi/materi, metode dan evaluasi; faktor pendukung dan penghambat; serta hasil yang dicapai dalam penerapan model kurikulum terpadu dalam pembelajaran di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah. Untuk lebih mempermudah dalam pembahasan ini, maka uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
E. Langkah-langkah penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi kepustakaan dan lapangan, adapun langkah-langkah yang akan ditempuh adalah, 1) menentukan jenis data, 2) menentukan sumber data, 3) menentukan metode dan teknik pengumpulan data, 4) analisis data, dan 5) menarik kesimpulan. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah penelitian tersebut sebagai berikut,
1. Menentukan jenis data
Jenis data yang dikumpulkan, merupakan jenis data kualitatif yang sumbernya berupa kata-kata, tindakan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian. Oleh karena itu penelitian ini bersifat normatif yakni sesuai dengan norma/aturan yang berlaku.
2. Menentukan sumber data
2. Menentukan sumber data
Sumber data yang digunakan yaitu sumber data utama dan sumber data tambahan. Sumber data utama yaitu berupa kata-kata, tindakan, hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak terkait yaitu, kepala sekolah, pengurus, karyawan, staf pengajar, dan para murid. Selebihnya data tambahan berupa dokumen-dokumen (dokumen pribadi dan dokumen resmi), foto dan lain sebagainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3. Menentukan metode dan teknik pengumpulan data
3. Menentukan metode dan teknik pengumpulan data
a. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualiatatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis, atau lisan orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
b. Teknik pengumpulan data
1) Observasi
Observasi digunakan sebagai teknik pengumpulan data dengan alasan bahwa data-data yang berkaitan dengan lokasi penelitian ada yang hanya dapat dikumpulkan melalui pengamatan penulis sendiri. Sedangkan penggunaan teknik ini dimaksudkan untuk mengamati kondisi fisik di lokasi penelitian seperti keadaan bangunan, kegiatan belajar mengajar, dan gejala-gejala lain seperti perilaku manusia yang berada di lokasi penelitian.
2) Wawancara
Dalam teknik ini penulis akan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, para pengurus, para guru dan para murid untuk mengumpulkan data tentang model pengintegrasian muatan imtak dan iptek dalam pembelajaran di MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah, faktor pendukung dan penghambat, keberhasilan yang dicapai, out put yang dihasilkan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan objek penelitian.
3) Teknik menyalin atau dokumentasi
Teknik menyalin atau dokumentasi ini digunakan untuk mengetahui data tertulis tentang keberadaan MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah, melalui penelusuran dokumen, buku, yang akan dijadikan bahan penelitian di lapangan sebagai data tambahan.
4. Analisis data
Penulis melakukan analisis data dalam penelitian ini dengan cara,
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, foto, dan lain sebagainya.
b. Pengelompokan satuan. Satuan yang dimaksud adalah bagian terkecil yang mengandung makna yang bulat dan dapat berdiri sendiri terlepas dari bagian yang lain. Dalam penyatuan ini terdapat beberapa langkah yang dilakukan penulis yaitu,
1. Mereduksi data, yaitu memilah dan memilih data yang diinginkan atau yang menunjang terhadap unit-unit.
2. Memberikan kode, maksudnya memberikan kode terhadap kartu indeks yang berisi satuan-satuan. Kode-kode tersebut dapat berupa penandaan cara pengumpulan data.
c. Kategorisasi data, yaitu penyusunan kategori, dalam hal ini adalah mengelompokkan data yang sudah terkumpul dalam bagian-bagian isi yang jelas berkaitan atas dasar pikiran, intuisi, pendapat dan kriteria tertentu; diantaranya penulis melakukan,
1. Reduksi data ; memilah dan memilih data yang sudah dimasukkan dalam satuan-satuan dengan jalan membaca dan mencatat kembali isinya agar satuan-satuan itu dapat dimasukkan ke dalam kategori dengan mantap, jika terdapat bagian-bagian yang sama maka data tersebut disatukan dan jika tidak disusun untuk membuat/ menyusun kategori yang baru.
2. Membuat kode; yaitu memberi nama terhadap satuan-satuan yang telah direduksi.
3. Menelaah kembali kategori agar tidak terlupakan.
d. Uji keabsahan data, adalah mengadakan pemeriksaan terhadap keabsahan data yang telah terkumpul dengan menggunakan teknik pemeriksaan data yang didasarkan atas kriteria derajat kepercayaan, keteralihan, ketergantungan dan kepastian dengan langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut,
1. Perpanjangan keikutsertaan; peneliti langsung terjun ke lokasi guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi data yang mungkin bisa mengotori data. Dalam hal ini penulis melakukan observasi dan wawancara di lokasi penelitian.
2. Ketekunan penelitian; yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dalam persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci sehingga pengamatannya benar-benar mendalam.
3. Triangulasi ; yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang lain di luar data itu.
4. Pemeriksaan sejawat; yaitu dengan cara diskusi dengan peneliti lain dengan cara mengekspos hasil sementara/hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan teman sejawat.
5. Analisis kasus negatif; dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding, kasus negatif digunakan untuk menjelaskan hipotesis alternatif sebagai upaya meningkatkan argumentasi penemuan.
6. Kecukupan referensial; yaitu alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi.
7. Pengecekan anggota; yaitu pengecekan data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan.
8. Uraian rinci; yaitu untuk melaporlan hasil penelitian seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan tempat penelitian diselenggarakan.
9. Audit kebergantungan; yaitu memeriksa kebergantungan dan kepastian data. Hal ini dilakukan baik terhadap proses, maupun hasil atau keluaran.
10. Audit kepastian; data diperiksa oleh auditor dan subjek yang diteliti kemudian disepakati hasilnya. Sehingga diperoleh surat keterangan bahwa datanya sahih sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
e. Penafsiran data, dalam hal ini penulis menafsirkan data-data yang sudah dikategorisasikan secara logis sehingga tercapainya teori substansif atau teori formal tentang model kurikulum terpadu MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi.
5. Menarik kesimpulan penelitian
Langkah terakhir yang penulis lakukan ialah manarik kesimpulan mengenai hasil penafsiran yang diperoleh dalam perumusan masalah. Penarikan kesimpulan ini dilakukan secara induktif sebagai hasil pembahasan sebagaimana diajukan dalam pembahasan selanjutnya. Dalam kesimpulan ini dapat diperoleh informasi baru dan diketahui posisi penelitian serta implikasi dari hasil penelitian yang dilakukan. Informasi tersebut dapat berupa pendapat baru, pengukuhan terhadap pendapat lama, atau koreksi terhadap pendapat lama. Sehingga pada akhirnya akan ditemukan secara komprehensif tentang model kurikulum terpadu MTS Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Falah Cinangsi.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Prof, Dr, M.A.
1994 Teknologi Pendidikan; Bumi Aksara;Jakarta.
Muhaimin, Drs., M.A.
2001 Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah; Remaja Rosdakarya; Bandung.
Koentjaraningrat
2000 Pengantara Ilmu Antropologi; Rineka Cipta; Jakarta.
Ahmad Tafsir, Dr.
2000 Metodologi Pengajaran Agama Islam; Remaja Rosdakarya; Bandung.
Abuddin Nata, Prof., Dr., M.A. dkk.
2005 Integrasi Ilmu Agama Dan Ilmu Umum; Raja Grafindo Persada; Jakarta.
M. Amin Abdullah dkk.
2002 Menyatukan Kembali Ilmu-ilmu Agama Dan Umum (Upaya Memepertemukan Kembali Epistemologi Islam Dan Umum); Suka Press;Yogyakarta.
Lexi J. Moleong
2003 Metodologi Penelitian Kualitatif; Remaja Rosdakarya; Bandung.
Muhibbin Syah
1994 Psikologi Pendidikan; Remaja Rosdakarya; Bandung.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003; Media Wacana Press; Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar